CONTACT US

Mengingat bervariasi dan uniknya karakter seseorang, apakah masih tepat bila tingkat sosialisasi seseorang hanya dikategorikan menjadi extrovert atau introvert?

by Jay
Article

Hampir kebanyakan orang sebenarnya bersifat ambivert karena 2 karakter ini selalu ada. Agak kurang tepat, dan terkesan dipaksakan apabila kita harus mengkategorikan pola sosial seseorang hanya dengan 2 kategori tersebut, mengingat setiap orang memiliki kadar extrovert maupun introvert yang berbeda.

Pada perkembangan ilmu psikologi di era modern dan didukung dengan berkembangnya teknologi yang menyebabkan perubahan besar dalam metode bersosialisasi, bentuk sosialisasi akan lebih tepat bila dilihat berdasarkan 3 faktor, yaitu:

  • bentuk kenyamanan lingkungan dalam bersosialisasi (private tertutup / publik terbuka)
  • kebutuhan untuk bersosialisasi (cenderung independen / butuh interaksi sosial)
  • keterbukaan dalam berteman (bisa berteman dengan siapapun / cenderung pilih-pilih)

Tiga hal diatas akan membuat pola sosialisasi menjadi sangat beragam dan bervariasi sehingga penggolongan pola sosial dengan 2 tipe yaitu extrovert dan introvert menjadi kurang tepat untuk memetakan pola sosial di psikologi modern.

Mungkin kita sering menemui teman yang sekilas terlihat sebagai introvert namun ternyata extrovert, dan juga sebaliknya. Beberapa kasus yang muncul :

  • Orang yang cenderung nyaman di lingkungan sosial indoor (tertutup) dan independen (tidak terlalu butuh bersosialisasi), namun terbuka untuk berteman dengan siapapun. Karakter ini secara kasat mata akan cenderung terlihat seperti introvert, namun dia sebenarnya adalah extrovert dalam berteman bila menggunakan alat bantu tertentu, salah satunya sosial media dimana dia tidak perlu bertemu dan bertatap muka secara langsung.
  • Bisa saja ada orang yang nyaman dengan lingkungan outdoor (luas dan terbuka), namun cenderung independen (tidak terlalu butuh bersosialisasi) dan cenderung pilih-pilih teman. Karakter ini secara kasat mata sering terlihat suka dengan lingkungan sosial, namun sebenarnya lebih nyaman untuk "me-time" di ruang terbuka dengan membaca buku, olah raga sendiri, mendengarkan musik, maupun kegiatan lain yang lebih banyak dengan dirinya sendiri (tanpa harus berinteraksi).
  • Bisa saja ada orang yang nyaman di lingkungan indoor (tertutup), cenderung suka bersosialisasi, dan suka berteman dengan siapa saja. Karakter dengan kadar seperti ini bisa disebut extrovert, namun cenderung memilih tempat yang tenang dengan sekat privasi untuk berinteraksi seperti di cafe yang cenderung sepi dibanding taman terbuka, area publik, dan semacamnya.
    Contoh report CAVLENT di halaman pola interaksi sosial, dengan kondisi seseorang dalam kasus nomor 3 dari contoh di atas.

Yang menjadi persoalan adalah ketika hasil tes kepribadian yang ada mengkategorikan kita sebagai sosok introvert, namun kenyataannya kita memiliki karakter extrovert yang masih dalam batas wajar dan tidak over-dominated (seperti kasus nomor 1). Bila dia sudah dikategorikan sebagai introvert dalam tes kepribadian konvensional, maka akan sangat kecil kemungkinannya untuk diterima bekerja sebagai marketing. Padahal dengan pola perkembangan psikologi di era modern, karakter tersebut sangat memungkinkan dan berpotensi untuk bekerja sebagai marketing, dengan syarat menggunakan alat bantu sosial media / digital dalam pelaksanaannya (bukan marketing konvensional yang mengharuskan pertemuan langsung).

Bisa dibayangkan potensi yang terbuang dari orang yang bersangkutan, yang disebabkan oleh pengkategorian kepribadian yang kurang tepat. Bukan begitu?

Jay Adinata

@jay.adinata
© Copyright 2024 Cavlent